Albert adalah seorang profesional muda yang meniti karir sebagai seorang konsultandi salah satu tiga perusahan konsultasi terbesar di dunia, McKinsey, sebelum akhirnya bekerja sebagai Product Manager di salah satu perusahaan unicorn Indonesia, Tokopedia.
Sebelum kembali ke Indonesia, lulusan universitas kenamaan University of California, Los Angeles (UCLA) mulai mengalami gejala-gejala kecemasan dan depresi yang membuat dia memutuskan untuk menemui psikolog. Disana Albert lalu mendapat diagnosa Generalized Anxiety Disorder (GAD) atau Gangguan Kecemasan Umum.
KALM senang bisa dapat kesempatan untuk bisa duduk dan ngobrol mengenai perjalanan karir dan kesehatan mental Albert.
KALM: Hi, Albert. Terima kasih sudah mau di interview oleh kami. Pertama-tama apa boleh cerita sedikit mengenai perjalanan karir Kak Albert hingga saat ini?
Albert: Hi KALM. Senang bisa disini. Jadi saya sebenarnya beruntung. Orang tua saya dari kecil sampai sekarang sangat mementingkan pendidikan. Saya pernah belajar di Singapura lalu saya mendapat kesempatan kuliah di Amerika di UCLA. Saya kira karena hal itulah saya bisa mendapatkan kesempatan bekerja di bidang manajemen dan konsultasi di McKinsey, salah satu perusahaan tiga besar di bidang konsultasi dan dari sana saat ini saya bisa bekerja di Tokopedia.
Menurut Albert, Bagaimana pengalaman bekerja di Tokopedia sampai saat ini?
Saya rasa cukup baik. Saya rasa rekan di tempat kerja saya cukup supportive. Setiap saya memiliki kesulitan saya dibantu oleh mereka. Sebaliknya setiap rekan kerja saya mendapat masalah saya juga akan segera membantu rekan kerja saya. Dari segi environment juga saya rasa cukup sehat karena tidak ada persaingan yang terlalu keras dan saya tidak merasakan ada politik yang tidak sehat di dalam kantor.
Kalau tantangan dalam lingkungan pekerjaan Albert saat ini di Tokopedia seperti apa?
Di Tokopedia saya rasa memang banyak tantangan yang saya harus hadapi. Saya saat ini memegang peran yang masih baru untuk diri saya sendiri. Saya harus transisi dari seseorang yang sudah terbiasa memegang manajemen produk dan bisnis menjadi seseorang yang harus tahu design technology. Tapi menurut saya dimanapun kita bekerja pasti ada tantangannya sendiri - apalagi untuk orang yang memiliki masalah mental health. Ditambah lagi semakin senior posisi kita maka tentu tantangan yang harus kita hadapi semakin banyak.
Bahkan saya rasa meski saya misalnya tidak bekerja sebagai seorang profesional seperti yang saya lakukan saat ini, tantangan pastinya akan tetap muncul. Intinya, memang kita harus bisa mengolah pola pikir kita untuk bisa menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Tidak hanya di pekerjaan, tapi juga pastinya di aspek-aspek kehidupan yang lainnya juga.
Lalu apakah Tokopedia sudah cukup aware mengenai pentingnya kesehatan mental?
Saya rasa di tempat kerja saya di Tokopedia awareness mengenai pentingnya kesehatan mental semakin meningkat. Kita sering mengundang psikolog dan profesional di bidang kesehatan untuk membicarakan topik-topik seperti tentang work-life balance, stress management, dan lain-lain. Head Senior saya juga sering mengajak untuk mengikuti acara yang berhubungan dengan mental health.
Wah, bagus sekali itu. Kalau menurut Albert sendiri seberapa penting kesehatan mental bagi kita?
Saya rasa sangat penting. Tubuh kita terbagi menjadi mental dan fisik. Saya pernah baca sebuah statistik yang menyatakan bahwa banyak penyakit fisik yang sebenarnya berasal dari kondisi mental kita. Jadi gejalanya bisa kurang lebih sama dengan kalau kita terkena flu atau batuk. Gangguan pada mental kita juga dapat membuat tubuh kita merasa jadi berat dan tidak enak.
Menurut Albert bagaimana kondisi kesehatan mental di Indonesia?
Menurut saya masih harus ditingkatkan. Soalnya di Indonesia masih ada budaya malu dan takut. Orang yang memiliki penyakit mental masih suka direndahkan di hadapan orang lain. Jadi saya rasa masih perlu banyak disediakan fasilitas-fasilitas dan dukungan bagi semua orang - dari pemerintah, sekolah, dan lain-lainya
KALM juga tahu bahwa Albert juga punya pengalaman dengan gangguan mental. Apa boleh cerita sedikit pengalaman Albert?
Iya, saya memang memiliki Generalized Anxiety Disorder. Ketika itu yang saya bakal yang paling sering lakukan itu untuk isolate diri saya sendiri. Kaya di ranjang ga mau keluar rumah, itu satu. Yang kedua, ini mungkin karena nature saya controling dan mungkin karena saya lalu menjadi over-controlling, saya bakal baca-baca banyak academic resource psikologi. Tapi hal ini membuat saya lebih parah, sih, saya tidak bisa melupakan hal-hal yang saya baca. Saya menjadi semakin panik dan semakin depresi. Seperti lingkaran setan.
Tapi saya bisa bilang bahwa perjalanan mental health saya mungkin dipermudah karena orang-orang disekitar saya. Saya bersyukur sekali keluarga, teman, dan pacar saya sangat suportif. Terutama pacar saya, ya Sebelum saya mulai menjalin hubungan romantis dengan dia saya sudah bercerita isu-isu yang saya hadapi. Dia bilang dia mau mendukung dan membantu saya menghadapi isu-isu tersebut.
Ketika saya masih belajar di US dan sedang melalui masa-masa depresi dan cemas saya juga, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan dan kembali ke Indonesia. Pada saat itu Ayah saya mau mengerti kondisi saya dan mengatakan bahwa dia akan mendukung apapun keputusan saya. Dia berkata kepada saya bahwa saya bisa mulai dari awal juga apabila saya pulang ke Indonesia. Tahu saya mendapat dukungan dari Ayah saya membuat saya juga mau berusaha terhadap teman-teman di gereja saya tentang semua masalah mental yang saya hadapi - dan mereka sangat membantu saya.
Berarti memang dukungan orang-orang disekitar sebenarnya sangatlah penting ya?
Sangat amat penting! Karena ada atau tidaknya dukungan tersebut adalah yang membedakan antara akan atau tidaknya seseorang lalu akan mencari bantuan yang ia perlukan untuk bisa belajar cara-cara coping yang sehat atau tidak.
Memangnya cara-cara coping yang sehatnya itu seperti apa?
Saya rasa itu coping yang sehat akan bentuknya beda-beda untuk setiap orang lain. Menurut saya seseorang harus memiliki banyak strategi untuk coping. Soalnya mental health itu memang ada sisi physicalnya karena dari di otak kita itu ada bahan-bahan kimia yang dapat dibantu dengan obat-obatan. Kalau dari segi emosi apabila ada teman dekat, orang tua dan teman yang dapat terbuka itu dapat membantu.
Untuk prakteknya itu misalnya kita harus menjaga fisik seperti tidur yang benar, olahraga, makan yang benar itu penting, berdoa, dan juga meditasi. Saya rasa yang penting juga itu harus bisa menerima diri sendiri, sih, akar anxiety dan depresi saya ini karena saya tidak bisa menerima diri sendiri
Sebenarnya pada titik apa Albert sendiri sampai akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu untuk kesehatan mental kamu?
Pada awalnya memang saya sebenarnya tidak tahu apa - apa tentang mental health, apa lagi tentang depresi atau anxiety. Saya hanya merasa kenapa, ya, saya tidak bisa tidur? Kenapa saya sangat stress dan pikiran - pikiran saya terasa sangat intens. Dalam satu hari itu saya bisa mengalami banyak sekali pikiran kaya gitu dan saya merasa hidup ini tidak terlalu berarti sampai saya merasa lebih baik kalau saya tidak hidup saja.
Ketika saya ngerasa seperti itu, saya tau saya butuh bantuan. Dan saya merasa bersyukur di Amerika itu tempat paling banyak menggunakan psikolog, obat, konseling dan lain-lainya. Apakah itu kondisi terbaik atau tidak? Menurut saya, karena saya tidak punya pilihan lain, jadi saya rasa hal itu terbaik untuk saya.
Untuk sampai ke psikolog, apakah itu atas inisiatif Albert sendiri atau dari dorongan orang lain?
Ada orang menyarankan, tapi setelah itu lalu saya cari cari di sekolah sendiri. Ternyata memang ada tempat kesehatan dari psikolog atau psikiater itu sendiri. Sebenarnya saya juga tidak tahu perbedaan dari psikolog dan psikiater itu sendiri juga apa. Namun semua bentuk bantuan apapun itu saya ambil.
Pengalaman Albert ke psikolog itu seperti apa?
Sebenernya tujuan psikolog itu membantu pasien atau orang yang depresi untuk bisa menjadi psikolog untuk dirinya sendiri. Jadi saya rasa pertama kali itu saya belajar banyak: framework, bagaimana bisa lebih bersyukur, bagaimana bisa menerima diri sendiri, bagaimana kalau ada pikiran yang jelek itu datang. Mereka bisa menerima, bisa membantu mengatasi pikiran-pikiran negatif itu, dan bisa menolong saya.
Kalau udah lama bisa jadi teman yang baik juga. Jadi saya sekarang ke psikolog saya untuk cerita apa aja walau sedang ga ada problem.
Menurut Albert orang-orang yang ke psikolog itu adalah orang-orang seperti apa?
Saya rasa, ya, mereka adalah orang-orang yang perlu bantuan, sih. Karena itu mereka pergi ke psikolog dan psikiater, kan? Tapi bukan berarti ini adalah hal yang negatif. Justru ini adalah hal yg positif karena kita semua pada suatu saat akan membutuhkan bantuan.
Saya rasa harap kita juga harus tahu peranya psikolog dan psikiater itu apa. Kalau kita mau terapinya untuk sukses kita harus mau membantu diri kita sendiri untuk menghadapi masalah-masalah kita. Jadi itu tujuannya, jadi kita tidak putus asa walau sedang tidak, atau tidak bisa, konseling.
Jadi intinya harus ada kemauan gitu ya?
Iya. Kemauan untuk berubah dan menerima diri apa adanya. Perubahan itu juga tidak cepat dan pasti lambat
Bagaimana kalau tentang konseling online? Apakah Albert pernah mencoba konseling online ?
Iya, saya pernah memakai konseling online.
Apa pendapat Albert soal konseling online?
Saya rasa, kenapa saya mau mencoba, karena dari segi biaya sangat terjangkau. Dan lagi karena saya tinggal di Jakarta jadinya jauh untuk bisa kemana-mana. Konseling online ini jadi membantu. Apalagi sesi konseling tatap muka dalam sebulan paling cuman bisa sekali atau dua kali. Sementara dengan online counseling saya bisa text kapanpun saya mau. Jadi menurut saya sih ada benefitnya walaupun berbeda dengan counseling in person
Jadi memang konseling online dan tatap muka ada peran masing - masing.
*Kalau kamu penasaran kamu bisa baca lebih banyak lagi tentang konseling online di sini*
Kalau ada teman dengan masalah mental health datang ke Albert, apa yang Albert akan lakukan?
Saya akan mendengarkan mereka. Mencoba dengan cara yang lebih halus menanyakan apa masalah mereka. Orang biasanya akan lebih terasa terbantu kalau ada orang yang mau mendengarkan dan berusaha mengerti masalah mereka. Jadi kita bukan mau menasehati tapi lebih mendengar. Kalau problemnya sangat besar dan dalam situasi yang bahaya, nah, itu baru berarti itu saya harus bikin cara untuk bantu mereka secara proaktif.
Setelah itu saya akan bantu mereka untuk mencari tempat konseling untuk mereka. Saya juga akan menanyai mereka kenapa mereka mengalami hal-hal seperti ini. Lalu akan menanyakan follow up question, memangnya kalau yang terburuk terjadi apa, kalau 10 tahun mendatang masih ada masalah ini untuk mereka dampaknya tuh apa. Jadi dari mereka bisa tidak hanya fokus di masa sekarang tapi mereka bisa melihat masa lalu dan masa depan tentang bagaimana mereka menghadapi masalah mereka sekarang.
Apakah harapah Albert untuk kesehatan mental di Indonesia?
Sebenarnya yang paling utama saya harapkan adalah tidak ada lagi stigma dimana orang yang sakit mental berarti gila.
Lalu saya berharap, untuk Indonesia, terlebih untuk Asia Tenggara, untuk menghargai profesi konselor, psikolog, dan psikiater di masyarakat. Saya rasa penyedia jasa kesehatan mental di Indonesia itu sangat minim karena orang yang tertarik merasa tidak ada gaji yang bagus, stigma dari masyarakat, dan lain lain. Itu yang saya harapkan akan berubah di Indonesia, kalau tidak banyak profesional yang bekerja di bidang ini kita tidak bisa membantu secara cermat.
Terakhir, apa yang kak Albert mau sampaikan untuk orang-orang yang sedang struggle dengan kesehatan mental mereka?
Hang in there! Jangan menyerah!
Coba untuk cerita ke satu atau dua orang yang kamu percayai. Itu sangat penting. Hanya dengan bercerita saja kadang sudah dapat membantumu menyelesaikan masalah. Jangan takut untuk cerita pasti diluar sana ada orang yang sayang dengan kamu. Itu pasti.