Hai KALMers, akhir-akhir ini sepertinya banyak dari kita yang terpaku di depan layar ponsel atau televisi demi mengkonsumsi berita-berita soal virus Covid-19. Masalahnya adalah, kita tidak akan pernah tahu tentang masa depan, bahkan apa yang akan terjadi dalam 1 atau 10 menit lagi. Masa depan akan selalu menjadi sebuah misteri dan kita menjalani setiap detik untuk membuka misteri itu. Di belahan lain dari negeri ini, seseorang baru saja kehilangan istri yang baru dinikahinya selama 36 hari, dan itu bukan karena virus Covid-19, namun karena sebuah kecelakaan parah di Air Terjun di Kupang, NTT.
Maksudnya, di tengah pandemik Covid-19 yang mendunia ini, masih banyak hal lain, kemungkinan lain yang bisa terjadi terhadap kehidupan kita. Jadi, meskipun penyebaran wabah Covid-19 ini tampaknya cukup mengkhawatirkan, tapi takut dan khawatir berlebihan bukanlah respon yang tepat. Ketakutan akan menguras energimu dan menggantikannya dengan gangguan kecemasan yang malah membuatmu tak dapat berpikir jernih. Ketakutan yang berlebihan juga akan membelenggu otak kreatifmu sehingga tugas dan pekerjaan jadi terganggu, deh.
Tidak Takut Bukan Berarti Tidak Berhati-Hati
Tentu saja, perasaan takut ada gunanya. Itu bisa membuat kita mencuci tangan lebih sering dan melakukan physical-distancing serta Work From Home (#dirumahaja) untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Tetapi sekali lagi, segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik. Takut secara berlebihan membuat orang-orang bertindak tidak bijaksana, seperti memborong bahan-bahan kebutuhan pokok, masker, dan hand sanitizer. Kelangkaan barang-barang terjadi karena ketakutan sebagian masyarakat yang tidak disertai informasi yang benar - yang disulut oleh hoaks dan provokasi.
Tapi yang lebih menyedihkan adalah saat ketakutan melenyapkan kebaikan dan kepedulian pada sesama. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika dan berbudaya tepa selira, ketakutan terhadap virus Covid-19 tidak boleh membuat kita kehilangan empati dan toleransi pada orang lain. Justru dalam situasi ini, mari kita semakin bertumbuh dalam empati.
Apa Yang Bisa Kita Lakukan?
Apabila teman kita terinfeksi Covid-19 misalnya, kita tidak perlu menghakimi atau menyalahkan. Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah memberikan dukungan moral, membangkitkan semangat, dan mendorong mereka untuk tetap percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Yes, kamu mungkin tak dapat menjenguknya secara langsung, karena ia sedang menjalani isolasi di rumah sakit, tapi kamu selalu bisa menunjukkan kepedulianmu lewat pesan singkat atau online message.
Lalu, saat berbelanja kebutuhan pokok di supermarket, ingatlah bahwa kita harus saling memberi kesempatan, tidak saling berebut, tidak saling menyikut. Tapi saling membantu, saling mendahulukan, saling menghormati. Apalagi kalau ada orang-orang lanjut usia sedang berbelanja. Berilah kesempatan kepada mereka yang lebih lemah, dan percayalah kamu pun akan merasa lebih baik ketika kamu melakukannya.
Menyebar Kebaikan di Tengah Pandemi Covid-19
KALMers, jangan sampai rasa takut dan cemas berlebihan membuat kita menjadi individualis yang tak peduli pada kebutuhan atau keselamatan orang lain. Berjaga-jaga itu perlu, tapi hati kita juga harus tetap baik. Jangan kehilangan kebaikan, ya. Yang harus kamu lakukan adalah dengan rajin mengelola rasa cemasmu terkait situasi saat ini, agar kamu dapat berespon dengan lebih positif. Kalau kamu ingin arahan bagaimana mengelola rasa cemas, jangan ragu untuk ngobrol dengan Kalmselor kami lewat aplikasi KALM yg bisa di-download di Playstore dan App Store.
Di artikel selanjutnya KALMers akan menemukan cara-cara untuk beradaptasi dengan situasi serangan virus Covid-19 secara bijaksana, dan bagaimana mengatasi kecemasan yang timbul akibat mewabahnya virus ini.