W adalah seorang anak laki - laki pertama dari tiga bersaudara. W merupakan "anak emas" dalam keluarganya, hal ini dikarenakan penantian akan kehadiran seorang anak cukup lama, yaitu selama 17 tahun. Sejak kecil W tidak pernah kekurangan kasih sayang baik secara Emosional maupun Materiil. Kedua orang tua W dapat memainkan perannya dengan baik sebagai orang tua. W tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga yang harmonis. Semua orang di sekitar sangat menyayanginya terlebih lagi W merupakan anak yang menggemaskan dan pintar. Wajar jika perhatian semua orang di lingkup keluarga besar tertuju padanya. W boleh dikatakan sangat dekat dengan kedua orangtuanya terutama terhadap Ibu - ikatan emosional mereka sangat lekat.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia. W tumbuh dengan melewati fase perkembangan yang sesuai dengan anak seusianya. Kasih sayang dan perhatian orang tuanya tidak pernah berubah sedikitpun. Ibu selalu menerapkan nilai - nilai kesederhanaan, empati dan ketaatan kepada W.
Namun sayangnya, ketika W beranjak remaja, pengasuhan yang diterapkan Ibu tidak berubah. Sama halnya seperti saat W masih masa kanak - kanak W telah terbiasa segala sesuatunya diatur oleh "Ibu". Mulai dari, menu makanan, warna baju, pakaian yang akan digunakan, pantangan makan/minum es batu, dan seterusnya. W terbiasa dengan apa yang telah diberikan oleh Ibunya, segala sesuatu mengenai dirinya berdasarkan keputusan Ibu bahkan sampai dengan Ia dewasa.
Akhirnya W tumbuh menjadi pribadi yang terlalu bergantung, sulit mengambil sikap, memiliki ketidakmampuan dalam memecahkan masalah dan rasa kepercayaan diri yang tidak berkembang secara optimal sesuai dengan usianya. W sering mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan interpersonal dengan kelompoknya dan lawan jenis, Ia selalu mendapat label "anak mami" dari teman - temannya. Hal terburuk yang dapat dialami oleh W adalah kesulitan dalam menangani permasalahan kehidupan yang dialaminya saat ia dewasa dan ketika menjalani kehidupan berumah tangga.
Mengenal Apa itu Pola Asuh Helikopter
Jadi apa sebenarnya terjadi pada W? Bukankah mereka tampak mendidik dan menyayanginya dengan sepenuh hati? Apakah KALMers pernah mendengar atau tahu tentang tentang Pola Asuh Helicopter Parenting? Dalam bukunya, Between Parent and Teenager terbitan tahun 1969, Yanuar Jatnika (2016: 1) menyebutkan bahwa helicopter parenting adalah pola pengasuhan orang tua dimana mereka sangat memperhatikan dan melindungi anak.
Ciri-ciri utama orang tua pola asuh helikopter adalah rela mendampingi kegiatan anak hingga mengorbankan kepentingan pribadi dan selalu berusaha menghilangkan hambatan yang terjadi pada anak. Orang tua bersikap seperti helikopter yang selalu melayang-layang dekat untuk memperhatikan anaknya. Bagi sebagian orang tua, memperhatikan kebutuhan anak dan melindungi anak dari masalah dan kesusahan, merupakan bagian dari caranya menyayangi dan mencintai anak.
Tujuan dan maksud orang tua dengan pola asuh helikopter biasanya sangat mulia dan bagus. Orang tua mana yang tidak seharusnya menyayangi anaknya dengan sepenuh hati. Masalahnya, bila hal itu dilakukan secara berlebihan akan berdampak negatif terhadap perkembangan kepribadian anak saat memasuki usia dewasa. Sering anak dengan orang tua dengan pola asuh helikopter menjadi tidak mampu untuk memecahkan masalah, rasa percaya dirinya sulit bekembang, dan ketahanan mentalnya lemah (Fira Nur Anindya & Bijaksana Prabawa, 2018: 2). Dampak lainnya mereka juga sering menjadi sangat bergantung sampai dewasa, sehingga mereka tidak siap menangani turun naiknya kehidupan yang akan mereka alami (Elsa Cindrya, 2016: 4).
Apa Yang Seseorang Seperti W Bisa Lakukan
Mungkin ada beberapa dari KALMers yang merasa mengalami hal yang sama dengan W.KALMers mungkin tumbuh bersama orang tua dengan pola asuh helikopter dan dewasa ini mengalami kesulitan seperti yang W alami. Lalu apa yang W bisa lakukan untuk bisa mengatasinya? Ada dua jenis pendekatan psikologis yang bisa KALMers lakukan:
Psikoedukasi Keluarga.
Ini adalah salah satu elemen program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatis. Pemberian terapi ini diharapkan dapat merubah serta memperbaiki cara pandang dan ketahanan dalam lingkup tatanan keluarga, sehingga support system dalam keluarga tersebut dapat tetap berjalan sebagaimana mestinya secara optimal.
Brief Therapy
Fokus penanganan masalah lebih kepada Klien W, memberikan ruang untuk Klien W mencurahkan permasalahannya dan kemudian diarahkan kepada solusi, sehingga akhirnya Klien dapat menemukan pemecahan masalahnya sendiri.
Untuk melakukan pendekatan ini, memang KALMers butuh pendampingan konselor atau psikolog. KALMers bisa mendapatkannya lewat aplikasi KALM dengan salah satu Kalmselor (Psikolog dan Konselor Professional KALM). Pola asuh memang bisa sangat mempengaruhi, baik secara positif maupun negatif, pada diri seseorang ketika mereka sudah dewasa. Namun bukan berarti kita tidak dapat mengubah hal-hal negatif menjadi positif dengan usaha dan pendampingan yang tepat.
Penulis: Kalmselor Dwi Surya Purwanti, M. Psi., Psikolog(Kalmselors Code: DWI-888)
Note: Kamu bisa konseling dengan Kalmselor Dwi lewat aplikasi KALM dan menggunakan Kalmselor's Code: DWI-888
Editor: Lukas Limanjaya
Daftar Pustaka
Elsa Cindrya. (2016). Dampak Pengasuhan Terhadap Perkembangan Sosial Anak (Studi Deskriptif Kualitatif Anak Usia 5-7 Tahun Pada Masyarakat Di Sekitar Hutan Tanam Industri (HTI) SP 9 Desa Harapan Makmur Kecamatan Musi Lakitan Kabupaten Rawas, Sumatera Selatan Tahun 2016). Diakses pada hari Senin, tanggal 30 Nopember 2020 dari file:///C:/Users/USER/Downloads/2235-Article%20Text-5773-1-10-20180711.pdf
Fira Nur Anindya & Bijaksana Prabawa. (2018). Perancangan Buku Ilustrasi Mengenai Helicopter Parenting Untuk Ibu Rumah Tangga Studi Buku Ilustrasi Mengenai Helicopter Parenting. e-Proceeding of Art & Design.Voume 5 (3):1-20
Michele Borbara. (2010). The Big Book of Parenting Solutions. Jakarta: PT. Grafika Mardi Yuana.
Rabiatul Adawiah. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak (Studi Pada Masyarakat Dayak Di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan). Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan.Volume 7 (1): 33-48.
Tridonanto. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.