Mohammad Rizqi: Pejuang Bipolar Disorder

Description Pada kesempatan kali ini, KALM mendapatkan hak istimewa untuk mewawancara seorang pejuang gangguan Bipolar. Yuk Kalmers, kita simak kisah Rizqi!

Halo, boleh perkenalkan diri dan kesibukan Anda?


Hai, nama saya Rizqi. Saya sekarang berumur 30 tahun. Pekerjaan saya saat ini adalah seorang fotografer. Kalau sekarang saya lagi sibuk kerja as usual, tapi lagi nyiapin project photography yang ada hubungannya sama mental illness. Masih tahap perencanaan, sih.

Boleh diceritakan kapan pertama kali Rizqi merasakan gejala gangguan bipolar? Gejala apa saja, sih, yang dirasakan pada saat itu?


Jujur awalnya saya nggak pernah tau bipolar itu apa, cuma dari SMA saya sering mengalami depresi ringan tapi disembunyikan - dipendam aja sendirian. Nah, itu yang depresinya. Kalau dari segi mania mungkin baru terasa banget pas udah mulai dewasa. Saya kalau lagi mania bakal sering banget ngomong dan kalau ngomong cepet banget sampe harus diulang-ulang karena orang jadi sering susah mengerti. Dan di umur segini, saya masih sering kayak anak kecil yang pengen bercanda aja bawaannya. Hahaha...

Tapi yang paling berasa memang depresinya, karena episodenya lebih sering muncul.

Pada akhirnya, bagaimana gejala-gejala tersebut mengganggu hidup Rizqi sehari-hari?


Menjaga konsistensi jadi hal yang paling sulit. Saya nggak tahu cara kontrol diri saya sendiri atau kemampuan yang saya punya - ditambah ingatan saya buruk banget. Relasi ke orang lain juga susah. Saya jadi sering banget ngerasa jadi outsider. Banyak orang sering salah mengerti kelakuan saya.

Lalu, boleh cerita sedikit apa yang membuat Rizqi memutuskan untuk mencari bantuan profesional?


Saya memutuskan untuk pergi ke psikiater karena setelah mencoba bunuh diri dua kali, saya takut sama diri saya sendiri. Saat itu saya mengalami depresi berat karena gagal kuliah dan pacar yang sudah dikenalkan ke keluarga besar selingkuh. Mungkin bisa dibilang trigger atau pemicu utama saya itu karena ditinggalkan orang dekat dan saya merasa gagal.

Saya belum pernah ke psikolog atau psikiater sebelumnya. Pas saya sudah nggak tahu harus bagaimana lagi, orang-orang sudah menganggap saya freak. Saya pergi ke psikiater karena nggak ngerti harus memperbaikinya gimana. Baru dari sana saya tahu, kalau saya mempunyai gangguan Bipolar Tipe II.

Tentunya tidak mudah, ya, untuk memberitahu orang lain kalau Rizqi mengalami gangguan bipolar. Bagaimana respons teman-teman dan keluarga ketika mendengar bahwa Rizqi mengidap bipolar?


Kalau dengan keluarga, saya sempat bertengkar beberapa kali dengan orangtua dan kakak-kakak saya soal ini sampai akhirnya mereka bisa menerima. Bahkan Mama sekarang mau ikut kalau saya ke psikiater untuk check-up. Thank God.

Dengan teman-teman saya juga sekarang sudah mulai terbuka, karena menurut saya kalau disembunyikan nanti makin susah buat menerima diri sendiri sebagai seorang bipolar. Sekarang saja masih susah. Saya sering mikir apa beberapa orang ini menjauh gara-gara saya bipolar? Hahaha...

Beberapa orang mendiagnosa diri mereka sendiri dengan bipolar ketika mereka mengalami perubahan mood. Menurut Rizqi apa yang membedakan bipolar dengan perubahan mood pada umumnya?


Nah, ini! Saya sebenarnya juga nggak tahu takaran mood swing umum itu bagaimana. Jadi nggak bisa kasih komparasi.

Tapi jangan pernah self diagnosis. Bahaya! Kalau kamu merasa mood swing dan hal itu sudah mengganggu banget di hidup kamu, lebih baik langsung ketemu dengan psikolog atau psikiater profesional biar bisa tahu pasti kenapanya.

Beberapa orang umumnya merasa canggung ketika berbicara dengan psikiater di sesi pertama. Bagaimana dengan Rizqi? Apa perasaanmu ketika menjalani sesi pertama dengan psikiater?


Terus terang, sesi konseling dengan psikiater pertama saya nggak nyaman. Canggung juga mesti cerita ke orang asing. Tapi ya saya cerita semuanya, sih, karena udah nggak bisa ditahan.

Tapi karena sesi pertama tersebut tempatnya di RSUD jadi saya nggak nyaman aja sama kondisi di sana. Makanya saya akhirnya pindah dan mencoba ke beberapa psikiater lain. Sekaligus buat memastikan juga saya benar-benar bipolar apa enggak, soalnya pertama kali didiagnosa bipolar saya shock.

Sejauh ini jenis terapi apa yang dilakukan oleh psikiater untuk membantu meringankan gejala bipolar yang kamu alami?


So far saya terapi obat. Saya juga sering meditasi kalau emang lagi merasa not in control - ini ngebantu banget. Saya bisa jadi tahu trigger apa saja aja yang bisa bikin saya relapse.

Apakah sampai sekarang Rizqi masih menemui seorang psikiater? Sudah berapa lama kamu menjalani terapi untuk bipolar?


Saya masih ke psikiater tiap bulan, karena memang untuk mendapatkan obat-obatan yang saya perlukan harus lewat psikiater. Saya didiagnosa tahun 2015 awal, jadi sudah hampir empat tahun, ya.

Tolong ceritakan perbedaan yang dirasakan pada dirimu sebelum dan sesudah menjalani terapi dengan seorang psikiater.


Yang jelas sesudah ke psikiater jadi lebih jarang relapse dan sudah bisa bekerja. Walau tetap masih berjuang banget buat survive.

Selain dari psikiater dan kemauan dalam diri, kesuksesan dari terapi tentunya juga bergantung pada dukungan orang-orang sekitar. Bagaimana bentuk dukungan orang-orang sekitar Rizqi ketika sedang menjalani terapi dengan psikiater?


Well, Thank God saya punya beberapa teman yang bisa nerima saya dan compensate sama kelakuan saya kalau lagi aneh-aneh. Hahaha, they are my saviors!

Terakhir, saran apa yang bisa diberikan kepada para Kalmers yang mungkin sedang mengalami hal yang serupa dengan pengalaman Rizqi?


We can do this! Gapapa banyak sedih, banyak kecewa, yang penting bisa survive. Cari source of happiness sebanyak banyaknya. Hahaha... I know its hard, but we can do it!

Bagi Kalmers yang merasakan atau mengalami gejala-gejala yang serupa dengan Rizqi ataupun rasa tidak nyaman lain yang sulit untuk dijelaskan, jangan ragu untuk mencari bantuan, ya. If you dont know where to start, you can start with KALM :)

Baca Artikel Lainnya

Temukan topik yang sesuai denganmu

Ikuti update artikel psikologi dari KALM