Burnout adalah kata yang tak jarang kita dengar selama pandemi. Work from home (WFH) atau ‘bekerja dari rumah’ membuat batasan antara kerja dan istirahat menjadi buram. KALMers mungkin merasa stres, namun tidak punya cara untuk mengatasi rasa stres itu. Ditambah dengan terbatasnya kegiatan yang dapat dilakukan di dalam dan di luar rumah.
World Health Organization (WHO) menyatakan pada International Phenomenon of Diseases (ICD-11) bahwa burnout adalah salah satu fenomena pekerjaan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang. ICD tidak mengkategorikan burnout sebagai penyakit atau kondisi kesehatan mental.
Menurut WHO, burnout terjadi sebagai akibat stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola. Burnout ditandai dengan tiga hal berikut:
KALMers dapat dikatakan mengalami burnout bila merasakan ketiga hal di atas. Namun, seperti halnya penyakit apa pun, gejala burnout dapat berbeda bagi tiap individu. Pada umumnya ada 5 fase burnout yang dialami oleh orang-orang yang mengalaminya, yaitu:
Saat memulai sebuah tugas baru, seseorang cenderung mengalami kepuasan kerja, komitmen, energi, dan kreativitas yang tinggi. Hal ini terutama berlaku untuk pekerjaan baru atau awal dari sebuah usaha bisnis.
KALMers mungkin mulai mengalami stres yang datang seiring dengan tanggung jawab baru yang kita miliki. Pada fase ini, penting untuk mulai menerapkan coping strategies dan melakukan self-care secara rutin untuk mendukung kesejahteraan mental kita.
Fase ini diawali dengan adanya kesadaran bahwa dalam pekerjaan, ada hari-hari yang lebih berat dari hari lainnya. KALMers juga mulai mengalami gejala stres baik secara fisik, mental, atau emosional. Level optimisme kita terhadap pekerjaan juga mulai menurun.
Fase ini dapat diamati dari adanya perubahan dalam tingkat stres yang dialami. Stres menjadi lebih intens dan lebih sering dibanding dengan fase sebelumnya. Gejala lainnya adalah turunnya motivasi dalam bekerja.
Fase keempat adalah burnout itu sendiri. Tentu, setiap orang memiliki batas toleransi stres yang berbeda. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengenal kapasitas dirimu dalam bekerja.
Pada fase ini, KALMers dianjurkan untuk menerapkan intervensi yang dirasa paling tepat untuk mengatasi burnout dan tidak mengabaikan gejala begitu saja. Cara mengatasi burnout akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Fase terakhir adalah di mana burnout itu sudah menjadi sebuah kebiasaan. Gejala burnout sudah menjadi bagian dari keseharianmu, sehingga KALMers cenderung mengalami masalah mental, fisik, atau emosional yang signifikan, dibandingkan dengan stres atau kelelahan pada umumnya.
Jadi KALMers kira-kira sudah sampai pada fase burnout yang mana, nih? Jangan-jangan sudah sampai ke fase Habitual Burnout. Hati-hati, ya, KALMers!
Kamu bisa memeriksa berapa persen kemungkinan kamu burnout di KALM Quiz: Apakah Aku Sedang Burnout di link ini.
Lalu bagaimana cara supaya kita tidak sampai Burnout? Yuk, baca di artikel Bye-bye Burnout: Cara Mencegah Burnout.
Penulis: Jessica Delphina
Editor: Lukas Limanjaya
Sumber:
Ahmed, N. (2021). How to deal with a year of accumulated burnout from working at home. The Conversation. Retrieved from https://theconversation.com/how-to-deal-with-a-year-of-accumulated-burnout-from-working-at-home-156018.
Burn-out an "occupational phenomenon": International Classification of Diseases. Who.int. (2019). Retrieved from https://www.who.int/news/item/28-05-2019-burn-out-an-occupational-phenomenon-international-classification-of-diseases.
Smith, M. (2020). Burnout Prevention and Treatment. HelpGuide. Retrieved from https://www.helpguide.org/articles/stress/burnout-prevention-and-recovery.htm#:~:text=Even%20though%20it%20may%20be,10%2Dminute%20bursts%20of%20activity.
What are the 5 stages of burnout?. Calmer. (2020). Retrieved from https://www.thisiscalmer.com/blog/5-stages-of-burnout.