Pemberitaan media mengenai pernikahan dini sedang marak-maraknya, baik yang fiktif (dalam sinetron) maupun nyata dalam berita. Berdasarkan data dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BPPN) tahun 2020, di tengah pandemi, angka pernikahan usia dini meningkat drastis. Kehilangan pekerjaan selama pandemi berdampak pada ekonomi keluarga, sehingga menikahkan anak pada usia dini dilihat sebagai solusi untuk meringankan beban keluarga.
Sebenarnya berapa sih usia minimal laki-laki dan perempuan untuk menikah, KALMers? Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita mencapai umur 19 tahun. Namun, pernikahan usia di bawah 19 tahun dapat diizinkan bila ada dispensasi dari Pengadilan. Batas umur minimum untuk menikah berbeda-beda pada setiap lembaga di dunia, tetapi pada umumnya antara 18 tahun (UNICEF) atau 19 tahun (WHO). Apabila seseorang laki-laki/perempuan masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini. Tahukah KALMers, Indonesia menempati posisi tertinggi ke-2 se-ASEAN dan ke-7 sedunia terkait angka pernikahan usia dini lho! Cukup tinggi ya, KALMers.
Tetapi, apakah sebenarnya seorang remaja sudah siap memasuki jenjang pernikahan? Simak pembahasan KALM dalam artikel ini, ya!
Masa remaja dikategorikan pada saat seseorang berusia 12-18 tahun. Ini adalah periode transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Erikson (1998) (seorang psikolog pencetus teori perkembangan psikososial) krisis yang dialami pada fase remaja adalah identity vs. role confusion (identitas diri vs. kebingungan peran).
Pada fase ini remaja mungkin merasa bingung atau insecure tentang diri mereka. Mereka juga merasa bingung dalam menyesuaikan diri dengan tanggung jawab dan lingkungan sekitar mereka. Ketika mereka berusaha untuk membangun identitas diri, remaja dapat bereksperimen dengan peran, aktivitas, dan perilaku yang berbeda. Menurut Erikson, proses ini penting untuk pembentukan identitas yang kuat dan pengembangan arah/tujuan dalam hidup.
Anak-anak yang tidak mengalami proses eksplorasi dan pengujian identitas dapat mengalami apa yang disebut sebagai role confusion (kebingungan peran), yang dapat mengakibatkan hal berikut:
Oleh karena itu, proses eksplorasi ini penting untuk dilalui setiap remaja. Apabila remaja berusia dibawah 19 tahun sudah memasuki jenjang pernikahan, akan ada banyak proses perkembangan yang terlewatkan. Mereka sudah harus mengemban peran baru sebagai istri/suami dan juga sebagai orang tua. Kedua peran ini mempunyai tanggung jawab yang jauh berbeda dengan peran mereka di kala remaja. Dibutuhkan kesiapan mental untuk menjalankan tugas sebagai istri/suami dan orang tua yang tentu belum mereka dapatkan dari proses eksplorasi.
Berikut adalah beberapa dampak negatif dari pernikahan dini pada usia remaja:
Istri/suami yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga umumnya belum mempunyai self-image (gambaran diri) yang kuat. Seseorang yang masih pada masa remaja cenderung belum memiliki self-image yang baik padahal ini diperlukan untuk membela diri jika menghadapi KDRT.
Note: Bila KDRT terjadi kepadamu, beranikan diri untuk melaporkan tindakan tersebut dan juga menghubungi tenaga profesional yang dibutuhkan. Aplikasi konseling KALM dapat didownload dari link berikut.
Ketidakmampuan remaja untuk mengelola emosi dengan baik dapat menyebabkan kesulitan dalam menghadapi masalah dan konflik dalam rumah tangga. Hal ini sering berujung pada perceraian. Padahal perceraian memiliki banyak dampak negatif pada anak. Untuk lebih tahu ap dampaknya, KALMers bisa baca lebih lanjut di artikel Dampak Perceraian pada Hubungan Sosial Anak.
Pernikahan dini meningkatkan resiko seseorang untuk mengalami gangguan mental. Gangguan mental dapat berupa gangguan kecemasan, depresi, trauma, bahkan pemikiran bunuh diri. Segera hubungi 119 bila KALMers pernah/sedang mempunyai pikiran untuk bunuh diri.
Perkembangan diri pada masa remaja dapat dicapai melalui edukasi dan eksplorasi diri yang seharusnya diperoleh melalui pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Remaja yang memilih untuk menikah dan tidak melanjutkan pendidikan akan terisolasi dari berbagai informasi, pengalaman, dan relasi yang dapat meningkatkan kedewasaan mental.
Remaja masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan terutama pada organ reproduksi. Secara biologis, tubuh remaja perempuan memang belum siap untuk mengalami proses kehamilan dan melahirkan. Kondisi-kondisi berikut dapat dialami remaja perempuan bila ia hamil:
Dapat disimpulkan, secara perkembangan mental dan sosial remaja memang belum siap untuk memasukki jenjang pernikahan. Oleh karena itu, apabila KALMers masih berusia remaja, sebaiknya berfokus pada peran dan tanggung jawab yang dimiliki sekarang agar dapat mempersiapkan diri untuk masuk ke fase dewasa.
Perkembangan psikososial seorang yang berusia diatas 23 tahun (wanita) dan 26 tahun (pria) akan lebih sesuai dengan tuntutan peran dan tanggung jawab dalam sebuah pernikahan. Sehingga akan lebih mampu melalui semua tantangan dalam pernikahan.
Sekian pembahasan kita pada hari ini, KALMers. Semoga dapat membantu KALMers memahami dampak dari pernikahan dini, ya.
Penulis: Jessica Delphina Lay
Editor: Lukas Limanjaya & Rachma Fitrianing Lestari
Sumber:
Cherry, K. (2020). Understanding Erikson's Stages of Psychosocial Development. Verywell Mind. Retrieved from https://www.verywellmind.com/erik-eriksons-stages-of-psychosocial-development-2795740.
Cherry, K. (2021). How People Develop an Identity or Cope With Role Confusion. Verywell Mind. Retrieved from https://www.verywellmind.com/identity-versus-confusion-2795735
Dampak Kesehatan Fisik dan Mental Pernikahan Dini bagi Remaja. halodoc. (2020). Retrieved from https://www.halodoc.com/artikel/dampak-kesehatan-fisik-dan-mental-pernikahan-dini-bagi-remaja.
Lembaga Negara Republik Indonesia. Undang Undang Republik Indonesia (2019). Jakarta.
Mulia, S. (2018). 5 alasan mengapa perkawinan anak harus dilarang. The Conversation. Retrieved from https://theconversation.com/5-alasan-mengapa-perkawinan-anak-harus-dilarang-107817.
Universitas Padjadjaran. (2020). Pernikahan Dini di Indonesia Meningkat di Masa Pandemi. https://www.unpad.ac.id/2020/07/pernikahan-dini-di-indonesia-meningkat-di-masa-pandemi/.Vitelli, R. (2017). What's the Ideal Age for Getting Married?. Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/media-spotlight/201708/whats-the-ideal-age-getting-married.