Sedih atau Depresi Klinis, Apa Bedanya?

Description

Sebelumnya kita sudah membahas tentang “Resiko Depresi: Seberapa Mungkin Aku Mengalami Depresi”. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa depresi adalah kondisi medis yang dapat dialami oleh siapapun tanpa memandang latar belakang sosial, usia, etnisitas, dan jenis kelamin. Namun, nyatanya masih ada opini salah kaprah lain yang memperkuat gagasan bahwa depresi klinis hanya dapat dialami oleh orang dengan kondisi tertentu saja. Beberapa orang lainnya bahkan berpikir depresi sama halnya dengan perasaan sedih.

Sudah sering kita temui orang-orang yang menyepelekan kondisi depresi orang lain dengan mengatakan, “Kamu tidak mungkin depresi, kamu hanya sedang sedih,” atau justru sebaliknya, melabeli perasaan sedih orang lain dengan depresi, “Kesedihanmu sudah tidak normal, itu pasti depresi!” Memangnya apa, sih, perbedaan antara keduanya? Nah, artikel ini akan membahas perbedaan antara depresi dengan kesedihan sehari-hari ya.

Depresi Klinis vs Kesedihan

Seseorang yang tidak disebutkan namanya pernah berkata, “Jika kamu pernah merasa sangat sedih. Coba kalikan rasa sedih itu menjadi 20 kali lipat, maka itulah depresi. Sungguh, sangat mengerikan.” Kematian orang yang dicintai, berakhirnya suatu hubungan, atau adanya penyakit kritis adalah pengalaman yang sulit untuk dialami seseorang. Wajar jika perasaan sedih atau duka muncul sebagai respons terhadap situasi tersebut. Tetapi merasa sedih tidak sama dengan mengalami depresi klinis, lho! Berduka adalah proses yang alami dan unik untuk setiap individu, meski di dalamnya mungkin ada perasaan tertekan yang menyelimuti. Kesedihan dan depresi klinis juga sama-sama melibatkan kesedihan yang intens dan penarikan diri dari aktivitas biasa. Namun, keduanya juga memiliki perbedaan dalam beberapa hal, seperti:

1. Sumber Pemicu/Pencetus

Berbeda dari sedih yang biasanya memiliki pemicu yang jelas, perasaan depresi dapat berkembang tanpa adanya pencetus atau penyebab khusus, lho KALMers. Jika perasaan sedih biasanya dipicu faktor eksplisit dan spesifik yang menyebabkannya, misalnya kematian orang yang dicintai atau berakhirnya hubungan romantis, tidak dengan depresi. Seseorang bisa merasa sangat sedih hingga mengalami depresi tanpa alasan yang spesifik.

2. Kualitas/Intensitas

Ketika seseorang mengalami depresi klinis, suasana hati dan minat mereka bisa jadi secara konsisten sangat rendah selama hampir 2 minggu atau lebih. Perasaan tidak berharga dan membenci diri sendiri juga umum terjadi. 

Namun tidak dengan kesedihan umum. Dalam kesedihan yang umum, perasaan menyakitkan biasanya akan datang secara bergelombang/naik turun dan sering kali masih diwarnai perasaan/kenangan yang positif. Perasaan self-esteem atau harga diri kita pun biasanya masih terjaga.

3. Pikiran untuk Mengakhiri hidup

Dalam banyak kasus depresi, pikiran untuk mengakhiri hidup sering kali muncul karena seseorang sudah merasa tidak berharga, tidak layak hidup, atau tidak mampu mengatasi rasa sakit akibat depresi. Ketika seseorang berduka atau bersedih, pikiran tentang kematian mungkin muncul tetapi hal tersebut biasanya ditimbulkan dari keinginan untuk tetap bersama dengan orang yang telah meninggal.

4. Hal Lain yang Menyertai

Pada depresi klinis, perubahan suasana hati mungkin disertai dengan tanda dan gejala somatik seperti perubahan nafsu makan, kekurangan energi, gangguan tidur, dan sakit dan nyeri umum hingga fungsi kognitif seperti konsentrasi yang memburuk.

Berdasarkan hal-hal di atas dapat dipahami bahwa depresi klinis dan kesedihan adalah dua hal yang berbeda ya, KALMers. Kamu tidak boleh meremehkan pengalaman subjektif orang lain dengan menganggap enteng perasaan mereka. Depresi klinis adalah penyakit medis umum dan serius yang berdampak negatif pada perasaan, pikiran, dan perilaku seseorang. Perasaan tertekan, sedih,  dan kehilangan minat dalam aktivitas bisa menjadi beberapa tanda depresi yang memerlukan bantuan profesional.

Kita juga tidak boleh sembarangan melakukan diagnosis diri (self-diagnose) atau orang lain berkaitan dengan hal ini. Diagnosis depresi hanya dapat dilakukan oleh profesional kesehatan mental seperti psikiater atau psikolog, ya! Kita bisa menolong teman/saudara kita yang mungkin menunjukkan gejala depresi dengan merekomendasikan psikolog yang bisa membantu. Tetapi kamu tetap harus berhati-hati ya. Komentar yang tidak bijaksana bisa saja menyakiti perasaan mereka. Oleh karena itu, lebih aman untuk merujuk teman atau kerabat dekatmu ke seorang profesional.

Jika KALMers ingin tahu lebih banyak tentang depresi, kamu dapat mengakses konten KALM di platform media sosial KALM (Instagram: @get.kalm atau Twitter: @get_kalm) ya! Artikel lainnya mengenai depresi juga dapat diakses di sini atau di Aplikasi KALM. Di Aplikasi KALM kamu juga dapat melakukan konseling dengan konselor profesional KALM (unduh di sini).

Penulis: Jessica Delphina

Translator: Rachma Fitria

Editor: Rachma Fitria & Lukas Limanjaya

Sumber:

Causes of depression. Black Dog Institute. (2021). Retrieved from https://www.blackdoginstitute.org.au/resources-support/depression/causes/.

Depression. World Health Organization. (2020). Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/depression.

Hicklin, T. (2020). Factors that affect depression risk. National Institutes of Health (NIH). Retrieved from https://www.nih.gov/news-events/nih-research-matters/factors-affect-depression-risk.

Legg, T. (2017). Depression Risks: Medical, Social, and Substance Factors. Healthline. Retrieved from https://www.healthline.com/health/depression/risk-factors.

Torres, F. (2020). What Is Depression?. American Psychiatric Association. Retrieved from https://www.psychiatry.org/patients-families/depression/what-is-depression.

Baca Artikel Lainnya

Temukan topik yang sesuai denganmu

Ikuti update artikel psikologi dari KALM